Monday, October 06, 2008

Mudik Lebaran


Lebaran memang selalu menjadi saat yang tepat untuk berkumpul dengan keluarga. Pada momen ini keluarga berkumpul untuk saling memaafkan dan mendekatkan silaturahmi. Seperti layaknya perayaan Thanksgiving yang lazim dirayakan di Amerika Serikat, perayaan lebaran rasanya memang tidak afdol jika tidak berkumpul dengan keluarga. Ada energi tersendiri ketika kembali pulang ke kampung halaman setelah berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun merantau di kota orang. Beberapa kerabatku, diantaranya tante dan pak'deku sendiri menceritakan bagaimana nikmatnya mudik ke kampung halaman. Rasanya seperti menemukan oase di padang pasir.

Memang rasanya begitu indah momen mudik dan lebaran ini ya? Namun jadi tidak indah lagi bila ternyata ini hanya membawa musibah. Sudah tak terhitung berapa banyak korban kecelakaan akibat fenomena mudik setiap tahunnya. Berbondong-bendong orang mudik tanpa mempedulikan keselamatan diri. Ketika terjadi kecelakaan lalu lintas yang fatal bahkan sampai merenggut jiwa. Bukan lagi kesempatan untuk bertemu keluarga yang diperoleh, namun musibah yang tentunya akan membuat keluarga di kampung halaman menjadi sedih dan terpukul.


Sore ini kebetulan aku menonton acara berita di televisi. Hampir kebanyakan membicarakan tentang korban mudik, entah itu kecelakaan atau kesedihan lainnya. Aku sendiri heran mengapa di momen lebaran yang harusnya diisi dengan semangat kemenangan dan kebahagiaan, jutru masih banyak orang yang tidak lepas dari belenggu kesedihan. Dari berita para TKI yang tenggelam di perairan Port Klang Selangor Malaysia yang disambut isak tangis kesedihan keluarga, nenek lanjut usia yang tewas setelah berdesak-desakan di stasiun kereta api yang ditayangkan di Reportase Trans TV, juga berbagai kecelakaan yang selalu membuat hati miris abis. Memang tidak bisa dipungkiri, kemiskinan selalu mendorong seseorang berbuat nekat. Namun menurutku, kemiskinan bukan menjadi alasan untuk mempertaruhkan nyawa demi sesuatu yang tidak lebih berharga dari itu.

Okelah, bagi sebagian orang, mudik itu sangat perlu dan wajib dilaksanakan tiap tahun. Mungkin aku kurang mengerti dan hanya bisa omong doang tentang bagaimana rasanya orang mudik (kuakui aku sendiri memang belum pernah mudik). Tapi apapun itu, jangan sampai acara mudik ini justru akan menimbulkan kerugian bagi diri sendiri, keluarga atau orang lain. Jika memang tidak memungkinkan untuk mudik, tentunya masih bisa lewat telepon atau mengambil cuti pulang di kesempatan lain. Kedekatan dengan keluarga sebetulnya kan bisa dilakukan kapanpun tanpa harus ada kewajiban untuk hanya dilakukan saat lebaran. Pertimbangkan untuk mudik dengan bijaksana, sehingga dapat sampai di kampung halaman dengan selamat dan bahagia.

Sumber gambar:
Wikipedia
Corbis

2 comments:

  1. Iya menarik nih fenomena mudik ini. Kalau di hari biasa kita kena macet, banyak yang mengomel tapi bila dalam perjalanan mudik ketemu macet seberat apapun kelihatannya mereka dapat menikmati saja.

    Menarik juga kamu mengaitkan Lebaran dengan mudik. Lebaran yang sebenarnya suatu peristiwa keagamaan, yang berarti (kalau tidak salah) kemenangan jiwa manusia atas nafsu duniawi, justru bukan menjadi fokus utama 0-).

    Mungkin ini menunjukan kebutuhan manusia untuk menjadi bagian suatu komunitas, a feeling to belong to a community. Kehidupan desa di mana penduduk saling mengenal satu dengan lainnya dengan sangat akrab, di mana agama menjadi faktor pemersatu, di mana banyak kenangan tersimpan, dapat menjadi suatu komunitas yang ideal.

    Tapi bagaimana dengan orang-orang, yang kampung halamannya itu adalah kota besar seperti Jakarta, Yogyakarta dll. ya? Mungkin di masa lalu Yogyakarta masih merupakan suatu desa yang besar, tapi dengan berkembangnya kota itu tentu suasana "desa" itu makin hilang ya.

    Mungkin hal ini mengingatkan kita bahwa di tengah arus globalisasi, kita akan selalu harus memegang erat-erat tradisi dan kebudayaan kita, sehingga kita tidak dikalahkan oleh kebudayaan superfisial seperti kebudayaan McDonald, Starbuck, Hollywood, soap opera dll.

    ReplyDelete
  2. Budaya mudik memang indah dan asyik jika ditilik dari esensi psikologi masyarakat. Memang benar jika mudik adalah kebutuhan manusia untuk menjadi bagian suatu komunitas. Tapi tentunya untuk ikut serta menjalani budaya ini harus tetap ada kebijaksanaan disitu sehingga tidak ada kemalangan yg terjadi.

    Untuk pemudik yang kampung halamannya adalah kota tentunya itu bukanlah suatu masalah yg brarti. Yang menjadi penting bukanlah suasana desa atopun kota, tapi perasaan bahagia ketika berada di kampung halaman sendiri, menapak tilas masa lalu dan berkumpul kembali dengan keluarga.

    Arus globalisasi memang tidak bisa dihindari. Namun suatu kebudayaan dapat selamat dan terus lestari jika memiliki pondasi yang kuat di tengah masyarakat yg menganutnya. Tapi ini bukan berarti menjadi alasan untuk Xenophobia

    ReplyDelete