Tuesday, November 11, 2008

Cultural Study


Baru-baru ini aku nonton pertunjukan orkestra simphoni anak-anak ISI di Societeit alias Taman Budaya Yogyakarta. Konser orkestra itu ternyata sukses menarik animo warga Yogyakarta untuk berpartisipasi, jadinya ketika aku datang tiket sudah terjual habis. Untung saja temanku kenal orang dalam di ISI sehingga malah bisa masuk secara gratis. Sejujurnya (kebangetannya aku!) ini baru pertama kalinya aku ke Societeit yang dulunya bioskop tua itu. Dan pengalaman ini benar-benar membuatku merasa bangga menjadi bagian dari Yogyakarta. Konser orkestra ini membuktikan bahwa Yogyakarta adalah benar-benar kota yang menghargai dan memfasilitasi segala kegiatan yang berhubungan dengan pelestarian budaya. Konser malam itu sangat bagus dan tetata apik, meskipun ada juga yang berkomentar masalah gedung pertunjukkannya yang ini lah itu lah, but leave it!

Orkestra simphoni sepertinya adalah budaya yang tidak "Indonesia" banget, tapi ternyata malam itu juga ada pertunjukkan tari Jawa yang dibawakan oleh anak-anak. Jadi bisa dibuktikan bahwa Societiet bisa mensinkronkan kedua kubu budaya ini menjadi suatu perpaduan yang malah jadi semakin meramaikan tempat itu. Mempertahankan budaya asli bukan berarti menanamkan sikap apatis terhadap budaya luar kan? Sebab semua itu akhirnya akan menciptakan nuansa pluralisme yang akan mempersatukan segala komponen masyarakat dari berbagai bangsa, suku atau latar belakang budaya.


Societeit sendiri merupakan bagian dari kompleks nol kilometer yang dulunya adalah pusat pedagang buku kaki lima (semacam Kwitang, Jakarta) yang kurang tertata dan kawasan kurang terurus. Namun saat ini kawasan itu telah menjadi pusat pendidikan dan kebudayaan Yogyakarta. Di kawasan itu dapat ditemui Taman Pintar (fasilitas pendidikan dan bermain anak-anak), Taman Budaya alias Societeit (tempat digelarnya berbagai seni pertunjukkan juga pameran), Benteng Vredeburg (berfungsi ganda, museum dan ruang pamer publik, seringkali juga dijadikan tempat berlangsungnya event khusus), dan Monumen Serangan Umum 1 Maret (yang dijadikan tempat pertunjukkan outdoor).

Fasilitas-fasilitas pendukukung pada kawasan itu diantaranya adalah Toko buku murah "Shopping" yang didalamnya terdapat kios-kios pedagang buku dengan harga terjangkau. Tempat ini adalah kompensasi pemerintah Yogya yang diberikan kepada para pedagang buku yang dulunya menghuni kawasan kaki lima "Shopping". Selain itu disepanjang kawasan nol kilometer disediakan ruang duduk publik yang dapat digunakan sekedar menikmati suasana kota Yogyakarta dengan penduduknya yang beragam. Di tempat ini berbagai orang berkumpul untuk berbincang-bincang, mempertunjukkan ketrampilannya (ngamen, break-dance, skater, orasi, dll), juga untuk saling berkenalan. Di dekat tempat ini ada juga Pasar Sore yang menjual barang-barang dengan harga murah dan buka sampai malam. Kawasan Nol Kilometer memang strategis, letaknya berdekatan dengan area Malioboro, Pasar Beringharjo, Istana Negara (Gedung Agung) dan Alun-alun Utara Yogyakarta. Sehingga dengan sedikit perbaikan disana-sini, di masa mendatang kawasan Nol Kilometer akan menjadi magnet pariwisata Yogyakarta.

Part of writer's block series

Sumber gambar dari sini dan sini

4 comments:

  1. wah jogjakarta keren juga yah...

    ReplyDelete
  2. heheh...kok writer's block? kalo tulisan ini disebut sbg writer's block gimana yg gak block. canggih dunk

    meski jarang ke jogja, tapi bagiku kota tua itu mengasyikkan, kental dg nilai budaya dan historis. unik juga dlm pertunjukan orkestra simphoni ada tari jawa. perpaduan yg manis. selama ini kalo nonton orkestra simphoni di jakarta, aku gak pernah melihat penampilan budaya etnik indonesia

    oya, mungkin oke juga ya kalo anggota orkestra tampil dg batik. biasanya kan selalu dg gaun dan kemeja/jas

    ReplyDelete
  3. @kenyo
    Jogja emang keren, main aja kesini... ditunggu lho! :)

    @nita
    hehehe, berasa aneh aja sih gaya bahasanya. mungkin kurang pede ajah.

    wah ide yang bagus itu mbak!

    ReplyDelete
  4. Wah emang dari dulu (bahkan waktu jaman Belanda juga) Yogya selalu menjadi tempat istimewa. Apalagi Yogya adalah "jantungnya" kebudayaan Jawa. Cuma tantangannya bagaimana dengan perkembangan jaman ke arah modern kebudayaan ini tetap dipertahankan ya. Kalu kita lihat kota PAris yang penuh bangunan tua beratus2 tahun usianya tapi juga bisa berperan sebagai kota metropolitan modern, pusat dunia mode dll, kali kita mesti belajar dari situ.

    Tulis banyak2 mengenai Yogya ya, sangat menarik...

    ReplyDelete