Tuesday, July 08, 2008

Hidup dan Kehidupan Lagi


Sebenarnya begitu sederhananya esensi dari suatu kehidupan seorang manusia. Dilahirkan, hidup beberapa tahun dan mati. Tidak ada yang special, bahkan bintangpun tak menyadari akan kehadirannya. Namun mengapa yang terjadi tidaklah sesederhana kelihatannya. Dalam waktu yang tidak sampai satu abad, manusia harus mengalami fase-fase yang begitu rumit dan membingungkan.

Kehidupan manusia tercipta sebagai suatu sistem yang komplek yang diciptakan oleh Tuhan. Manusia dalam hal ini bertindak sebagai player dalam permainan yang berlangsung selama kurang lebih satu abad. Ada penalty, dan ada reward. Penalty diberikan dalam bentuk dosa, karma, azab dll. Adapun reward diperoleh manusia dalam bentuk pahala, balasan, dll. Semuanya kadang begitu abstrak, sehingga sulit untuk digambarkan. Bagaimana semua itu dapat diukur, sedangkan poinnya sendiri tidak nampak jelas di depan mata.


Bukan tidak mungkin kita mengetahui atau paling tidak memprediksinya (poin tersebut). Manusia sebenarnya memiliki indra yang dapat mengkur derajat dirinya sendiri. Semua orang sebenarnya sadar dengan sesungguh hati akan dosa-dosa dan penalty yang didapatkannya dari perbuatannya. Akan tetapi banyak juga yang mengikari dan menutup-nutupinya, seolah begitu malu akan refleksi diri dalam cermin. Sehingga yang terjadi hanyalah pembenaran dan pemakluman.

Hal itulah yang membuat manusia semakin terjerumus dan melakukan hal-hal di dunia ini tanpa perhitungan akan akibatnya. Seakan-akan dirinya dapat hidup berjuta-juta tahun lamanya dan menganggap kematian adalah semu.

Bila dapat diandaikan suatu penalty dan reward itu tidak ada, maka manusia akan selalu saja merugi. Apalah makna hidup bila selalu dijalani di luar jalan yang semestinya dan dapat diterima hati nurani. Suatu jeritan penyesalan dalam hati adalah sebuah hukuman yang begitu berat yang diterima. Akankah manusia dapat selalu hidup dalam penyesalan atas segala perbuatan yang tidak pernah diperhitungkan sebelumnya.

Mengapa manusia ini begitu naif? Menganggap suatu kematian adalah momok terbesar. Padahal kematian dapat menjadi soatu obat yang mujarab untuk menghentikan perbuatan dosa kita. Apakah yang akan terjadi bila dari tahun ke tahun dosa-dosa tidak dapat terhapus dan semakin bertambah. Dosa itu akan tertumpuk dan tak terhapuskan. Pada saat itu mungkin akan ada manusia yang berharap dia dapat mati muda dahulu.

Hidup ini dapat menjadi jebakan yang mengerikan. Sebuah bangkai yang ditutupi oleh bunga agar manusia menjadi terperangkap dan terpuruk. Untuk melewatinya harus digunakan langkah yang jitu dan cekatan. Sekali lagi, manusia hanya dapat berharap agar dirinya cukup mampu untuk tidak terperangkap. Begitu NAIFnya.

No comments:

Post a Comment